Pelari Ulung


by Darminto M Sudarmo


Dua menit yang lalu saya bertemu dengan seorang pelari ulung (bukan pelari istri orang!) yang bertaraf internasional. Dia asli orang Indonesia, bahkan berasal dari desa. Desa yang jauh dari hiruk-pikuk dan kebisingan. Desa yang terpencil. Pokoknya jauh sekali!
Adakah yang menarik dari si pelari ulung ini? Ada. Apa? Ya, riwayat hidupnya dong. Sebagai atlet eh, atlit apa atlet ya nulisnya? Dia telah merebut predikat profesional. Namanya? Tak use ye….! Rahasia dong. Dia kini jadi orang kaya raya, jadi nggak mau dikenal nama apalagi alamatnya. Tentu saja khawatir, sebab akhir-akhir ini banyak perampok cari sasaran orang-orang terkenal.
Sang pelari ulung ini total jenderal telah dapat hidup dari larinya. Pertama, karena dia sering disewa oleh orang-orang berduit untuk melakukan sebuah pekerjaan yang membutuhkan kecakapannya berlari. Yaitu melarikan barang-barang selundupan, ketika muncul petugas hendak menggeropyok. Kedua melarikan gaji pegawai negara, eh, negeri eselon kelas kambing. Ketiga lari-lari tiap pagi sehabis semalam lari di kasur. Demi Tuhan! Bukan di kasurnya pa atau bu kasur. Keempat dan seterusnya adalah lari-lari biasa yang tidak istimewa. Misalnya lari sendirian ketika melihat orang pada diam bersamaan. Lari tunggang langgang, ketika menjumpai seekor ulat atau lintah. Dan lain-lainnya.
Nah, ketika tiba saatnya dia kena wawancara saya, berceriteralah dia dengan santainya. Ceritanya begini. Ini kurang lebihnya lho. dan tentunya juga telah saya humorisir.
“Saya sebenarnya tak menyangka lo Mas, kalau saya punya bakat lari. Sebab itu saya sejak kecil jarang lari. Bahkan seringnya duduk-duduk saja. Maklum kan anak desa. Pagi-pagi nongkrong di depan perapian seraya bakar singkong, betapa nikmatnya, kan? Nah, seperti itulah kebiasaan saya sehari-hari. Tetapi setelah saya agak besar, saya jadi jenuh dengan kebiasaan saya ini. Saya mulai cari variasi. Kalau dulu saya bakar singkong, terus ganti bakar sate. Setelah itu lalu kecanduan bakar kemenyan. Dan ketika usia sudah mengharuskan saya sekolah di es-em-pe, tak berkutiklah saya dengan hobi begituan, maka sejak itu saya ucapkan good bye dengan segala nongkrong dan bakar-bakaran itu. Sebab dirumah saya (eh bukan! Rumah orang tua saya) hingga ke sekolah praktis memakan jarak sejauh tujuh belas kilometer. Ingat kilo meter! Bukan senti atau desi. Tambahan lagi, dari rumah ke tempat sekolah tak ada kendaraan umum, sepeda, andong, dan lain-lain, maka mau tidak mau saya musti bangun sekitar pukul tiga pagi. Mandi lalu jalan kaki, dan hasilnya tepat pukul tujuh di sekolah. Pulangnya sampai rumah pukul lima sore. Asyik juga sebenarnya. Tapi lama-lama saya merasa capek juga. Sehingga akibatnya saya sering terlambat. Dan otomatis, kena marah guru. Sebab bangun kesiangan. Ya mas, bangun jam empat saja saya bisa kesiangan. Tapi celakanya…….kalau datang terlambat saya disuruh lari. Itu terutama jika pas yang mengajar guru olah raga. Suatu ketika karena jengkel disuruh lari terus, saya jadi nekad. Waktu itu hari Senin, saya dibentak guru dan disuruh lari, sebab biasa datangnya terlambat satu jam. Kontan saya lari mulai pukul delapan hingga maghrib tiba. Guru yang menghukum saya ketakutan sendiri. Berkali-kali saya disuruh berhenti. Saya tak hiraukan, saya lari terus putar lapangan di sekolah. Sehingga kontan waktu itu orang-orang sekitar, terutama guru, murid dan warga setempat jadi geger. Mereka nonton saya. Tapi saat itu juga nama saya menjadi populer. Orang banyak memuji saya. Bahkan seorang dukun tiba-tiba ambil kemenyan dan pasang aksi ditengah lapangan sambil mengepul-kepulkan asapnya, dan terutama seraya komat-kamit pula. Membaca apa entahlah. Hanya firasat saya mengatakan tentu dia menyangka saya kemasukan setan. Tetapi seorang yang rasional berkomentar, bahwa saya tidak punya puser. Sedang seorang yang gemar klenik mengatakan, kalau saya ada bakat lari. Ngeri deh pokoknya kalau mendengar komentar mereka. Anehnya seminggu sejak peristiwa itu, saya langsung dijagokan oleh Propinsi untuk mewakili tingkat Nasional. Eh, nggak tahunya saya peroleh pegang juara pertama. Saya dapat hadiah macam-macam. Sebagian diantaranya saya belikan sapi dan kerbau. Ternak itu diurus orang tua saya. Dan perkembangan berikutnya mas bisa lihat sendiri kan…..? Ya seperti saat inilah.”
Saya manggut-manggut. Akhirnya berjabat tangan sekedarnya, dia langsung lari sekencang-kencangnya, sebab keburu pengin buang hajat besar, dan lagi memang saya telah merasakan tanda-tanda bahwa polusi halus yang sering mengganggu hidung saya itu, tak mustahil akan dijadikan alasan bagi dia untuk lari dari saya. Sebab disamping saya wawancarai dia juga saya todong agar mau sekedar memberi uang good will buat memperlancar artikel yang akan saya muat. Tapi nyatanya toh dia sudah mencium iktikad saya dan sebelum saya berbuat yang lebih jauh, dia telah mampu lari dari tiap masalah yang bernama : sokongan dan sumbangan. Saya cuma bisa menghela nafas.
Kemudian dalam hanya beberapa detik saja saya telah berhasil menghimpun beberapa wawancara dengan para atlet yang lain. Tentu saja yang berprestasi dong! Dari seorang jago lempar lembing, dia bercerita bahwa dirinya ditemukan oleh orang, ketika suatu hari kena marah orang tuanya, karena seringkali pulang larut malam. Sehingga tiap melakukan kebandelan semacam ini, selalu orang tuanya memberi lemparan palang pintu kepadanya. Perlakuan demikian baginya cukup mengganggu, maka begitu benda itu melayang ke mukanya, dengan sigap dia tangkap dan dia lempar ke hutan bambu yang tak jauh dari rumahnya. Palang pintu nyangkut di atas ranting sejauh dua puluh satu meter.
Dari seorang lempar peluru bercerita, bahwa prestasi maksimalnya berasal dari kebandelannya pula. Sejak kecil dia gemar melempar genteng kaca seorang terkaya didesanya sekaligus terkenal pelit dan galaknya. Maka setiap malam, minimal dia punya jatah untuk memecahkan satu genteng tanpa ketahuan siapapun, kecuali Tuhan, tentunya. Kebiasaan melempar pelurunya baru dia kenal sejak dia sendiri secara yakin menyadari bahwa dirinya juga telah berpeluru.
Dari seorang pemain catur yang telah mencapai tingkat yahuuud, juga bercerita bahwa kehebatannya itu diketahui orang sejak dia jadi jongos juragan ternak kuda, yaitu seorang tuan tanah. Karena tiap hari selalu melihat kuda, dan terutama tahu betul siasat majikannya bagaimana cara memperkuda orang dengan jitu, dia jadi orang yang waspada, artinya setiap saat selalu siap pasang kuda-kuda jika bahaya mengancam.
Dan akhirnya setelah hobi caturnya dia kembangkan, jadilah dia pemain ulung yang unik. Karena kekuatan yang paling menonjol dari bidak-bidak caturnya adalah justru terletak pada kuda. Kemudian orang lalu memberi julukan pada permainannya  yang apik itu dengan si kuda binal.
Akhirnya pemain bridge yang ulung banyak muncul dari kalangan penjudi-penjudi kartu. Dan orang pun menemukan mereka. Pemain-pemain golf kaliber nasional  juga diketemukan dari mereka-mereka yang dulunya menjabat sebagai tukang sapu. Sedang pemain-pemain tenis jempolan justru lahir dari mereka-mereka yang sering menghukum anak-anak lewat sabetan-sabetan rotan. Peloncat-peloncat tinggi, banyak ditemukan dari orang-orang yang dulunya bekerja sebagai pencuri. Dan pesenam-pesenam kampiun juga muncul dan lahir dari para lulusan penghuni rumah sakit jiwa. Kalau bulu tangkis (ahli menangkis bulu, semua jenis bulu!), ping-pong, pencak silat dan lain-lain hampir berasal dari profesi yang seragam yaitu, mereka-mereka yang dulunya gemar cek cok dan berantem. Sering main pukul, tangkisan dan sebagainya. Sedang atlit-atlit suap, konon dilakukan oleh para atlet yang masih kanak-kanak, karena kebanyakan kalau makan masih minta disuapi oleh ibunya. Sekian dulu ah! Capek, saya tak bisa menemukan semuanya. Soalnya….saya tak tahu apa-apa tentang olah raga.*****


Mohon Perhatian!
Dengan penuh kerendahan hati kami mohon pengertiannya agar tidak meng-copy-paste cerita yang termuat di blog ini kecuali seizin dari penerbit - kombatbuku@gmail.com


 



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 comments:

Post a Comment

Contact